Spanyol memang fantastis, tetapi kemenangan semalam mungkin akibat kekeliruan Italia mengadopsi taktik dan pola bermain.
Cesare Prandelli terlalu ingin meninggalkan agama catenaccio pada sepakbola Italia dengan memainkan sepakbola yang lebih menyerang yang sungguh bukan milik Italia.
Bahayanya ketika melawan tim seagresif Spanyol, maka pola menyerang
yang memungkinan banyak ruang permainan terbuka, malah sangat
menguntungkan Spanyol. Dan, itulah yang terjadi pada partai final Piala
Eropa 2012 dini hari tadi.
Grant Wahl, kolumnis Sport Illustrated, mencatat tiga
alasan mengapa Italia kalah begitu mudah dan mengapa Spanyol begitu
perkasa dalam partai final penuh rekor penuh sejarah dini hari tadi itu.
1. Spanyol adalah tim internasional paling tuntas sepanjang masa
Apa lagi yang hendak Anda tanyakan? Pada satu malam di musim panas yang
penuh kejayaan di Ukraina, Spanyol memperagakan permainan yang
spektakuler melawan juara dunia empat kali.
Mereka mengobrak-abrik pertahanan Italia dengan kecepatan dan
ketepatan. Tidak diragukan lagi bahwa prestasi tim Spanyol kali ini
sekelas pencapaian Brazil (1958-62, 1970), Prancis (1998-2000) dan
Jerman Barat (1972-74).
Dengan menggapai prestasi sebesar itu, Spanyol menjadi negara pertama
yang menggondol dua kali Piala Eropa dan juga Juara Dunia dalam waktu
bersamaan.
Lebih penting lagi, Spanyol memperagakan gaya yang lebih dari yang
dilakukannya pada sepanjang turnamen ini, mempertontonkan umpan-umpan
cemerlang yang mengawali gol-gol David Silva, Jordi Alba, Fernando
Torres dan Juan Mata.
Pada pembuka gol-gol mereka tadi --pergerakan, imajinasi, keindahan--
akan abadi tercatat dalam sejarah sepakbola, dan untuk itu kita semua
mesti berterimakasih telah mendapat kesempatan guna menjadi saksi untuk
peragaan itu.
2. Tidak ada penyerang murni Spanyol? Tak masalah
Selama 3 minggu kita mendengar pertanyaan mengenai formasi 4-6-0 dari
pelatih Vicente del Bosque yang nihil striker murni. Faktanya Spanyol
memang tak pernah menginginkan Torres yang perannya terkurangi, untuk
menjadi starter.
Dengan absennya pencetak gol terbanyak sepanjang sejarah, David Villa,
karena cedera, Cesc Fabregas tampil sangat baik mengambil posisi sentral
dengan mencetak dua gol selama berlangsungnya turnamen ini dan
menciptakan assist yang mengagumkan memanfaatkan kecepatannya
untuk kemudian mengawali gol pembuka yang diciptakan David Silva pada
partai final tadi malam.
Ini turnamen untuk para gelandang. Tidak ada pemain pada Piala Eropa
2012 ini yang mencetak gol lebih dari tiga. Dan dengan enam gelandang
yang dimainkan Spanyol sepanjang turnamen ini adalah gambaran sempurna
dari fakta itu. Sebut saja nama-nama kaya talenta seperti Andres
Iniesta, Xavi Hernandez, David Silva, Cesc Fabregas, Xabi Alonso, dan
Sergio Busquets.
Xavi, khususnya, mendemonstrasikan permainan luar biasa di final tadi,
berkombinasi dengan Jordi Alba dan Fernando Torres untuk menciptakan dua
gol cantik, sekaligus mempertontonkan penampilan yang lebih bersemangat
dan lebih berstamina dibandingkan pada penampilan dia sebelumnya.
Namun, sejatinya yang terjadi adalah semua gelandang Spanyol berada pada
performa puncaknya dalam final yang memang diperuntukan untuk mereka
yang berpengalaman.
3. Pola permainan menyerang Italia menciptakan ruang lowong untuk Spanyol
Sejak kickoff, Spanyol memainkan pola serangan lebih cepat
dibandingkan laga mana pun pada Euro 2012 ini, lebih banyak mengoper
secara vertital, agak sedikit horizantal.
Salah satu alasannya adalah karena keinginan Spanyol untuk membungkam
siapapun yang mengkritiknya telah bermain membosankan, tetapi alasan
yang sesungguhnya adalah keputusan Italia untuk memainkan sepakbola
menyerang. Para pemain Italia menciptakan peluang-peluang di laga tadi
dan mereka tidak mengubah taktik hanya karena takut Spanyol.
Untuk perkara ini pelatih Cesare Prandelli layak
mendapatkan penghormatan yang luar biasa. Tapi pola ini membuat sisi
lapangan Italia menjadi terbuka sehingga menciptakan ruang yang
dieksploitasi Spanyol lewat efisiensi dan kecepatannya yang menakutkan.
Ketika Anda menerapkan taktik seperti ini kala melawan Spanyol (seperti
dilakukan Prancis atau Portugal di perempatfinal dan semifinal), maka
memainkan bola cepat dan vertikal adalah kelewat berisiko.
Jika ruang dibiarkan terbuka, seperti terjadi pada Italia semalam, maka
Spanyol akan menghancurkan Anda. Berkurangnya kekuatan Italia menjadi
10 orang setelah cederanya Thiago Motta (ditambah kelelahan yang
diderita tiga pemain pengganti Italia) membuat paruh kedua permainan
berjalan menjadi lebih konservatif.
sumber : ANTARAcom